HAKIKAT
DAN SYARI’AT
Latar
belakang
Syariat adalah disiplin keislaman yang
menggarap aspek lahiriyah. Seiring klasifikasi zaman, syariat mengalami
penyempitan arti dan garapan secara normatif yaitu fiqih.sedangkan asal mulanya
syari`at merupakan pokok-pokok ajaran Islam yang masih utuh meliputi Tauhid,
Hukum Islam, dan Akhlak. Menurut Fajrurrahman, Tauhid adalah
bangunan pondasi yang menjadi pijakan utama dalam beragama dan syariat aturan
formal yang membingkai aspek kehidupan secara legal. Adapun akhlak bidang
garapan yang lahannya tingkah laku manusia dengan pendekatan sentuhan hati
nurani untuk di aplikasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari berdasarkan
Al-Qur`an As-Sunnah.
Dari ketiga bidang di atas bila
didalami, dihayati dan diamalakan oleh setiap kaum muslimin secara kontinyu (istiqomah)
berdampak positif pada kehidupan sehari-hari. Para sufi dalam menterjemahkan
ketiga aspek ini secara konstektual menjadi sebuah disiplin keilmuan dalam
Islam yaitu Ilmu Tasawuf. Imam Al-Gazali dan Ihya Ulumuddin mengkombinasikan
tauhid, fiqih, dan akhlak menjadi satu kesatuan yang utuh (saling terkait).
Kolerasi antara syariat dan hakikat
bagaikan anak tangga yang satu sama lain saling berhubungan, tidak akan pernah
ada hakikat tanpa jalan makrifat, makrifat tidak pernah ada tanpa melalui
latihan (thariqat), Thariqat tidak pernah jalan tanpa adanya syari`at dan
syari`at sendiri muncul karena adanya tauhid.
Tarekat adalah jalan khusus bagi salik (penempuh jalan ruhani) untuk
mencapai kesempurnaan tauhid, yaitu ma’rifatullah. Jalan yang diambil oleh para sufi
berasal dari jalan utama, syariat, dengan disiplin yang ketat sehingga terasa
lebih sulit dibandingkan mereka yang tidak melakukan disiplin diri
Batasan Masalah
1.
Apa itu pengertian Syari’at?
2.
Apa itu pengertian Tarikat?
3.Apa
itu pengertian Hakekat ?
4.Apa
itu pengertian Ma’rifat ?
5.
Dan Apa hubungan nya Syari’at Dan Hakekat?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SYARI’AT
A.
Pengertian Syari’at
Syariat berasal dari
Bahasa Arab, menurut Kamus Al-Munawir ialah jalan yang lurus (at-tariqat al-mustaqimat), yakni jalan yang
dengan mudah dapat mengantarkan seseorang ke tempat yang dia tuju.
Syariat menurut bahasa berasal dari kata
kerja ( fi’il madhi) Syara’a yang berarti : Memulai, Mengarahkan, Menerangkan.
Makna lain (dalam bentuk kata benda); Al-Syir’ah=adat
kebiasaan, Al-Syara’ah =kapal laut (perahu).
Menurut istilah kata syari’at dapat dijelaskan dengan dua
pengertian, yaitu pengertian yang bersifat umum dan pengertian yang bersifat
khusus.
Menurut pengertian umum, syari’at
Islam berarti keseluruhan ketentuan ajaran Islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan al-Hadits. Ini berarti syari’at mencakup seluruh ajaran
agama Islam yang meliputi bidang aqidah, akhlaq dan bidang amaliyah (perbutan
nyata).
Syariat menurut pengertian khusus, berarti
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan agama Islam yang nyata, yakni
bidang amaliyah, yang tidak mencakup bidang aqidah dan akhlaq. Syari’ah dalam
pengertian khusus tersebut adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
hukum yang mengatur segala perbuatan serta tingkah manusia, khususnya umat
Islam. Ketentuan tersebut terbagi dalam dua bagian, yaitu;
1. Ketentuan yang mengatur perbuatan
yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah; dikenal dalam Islam dengan
nama ibadah, yang meliputi: shalat, zakat, puasa dan haji.
2. Ketentuan hukum yang mengatur
perbuatan yang dilakukan untuk menjaga tata tertib,mencegah kekacauan dan agar
diperoleh kemaslahatan hidup bersama dalam masyarakat yang dikenal dengan hukum
muamalat. Bidang ini meliputi masalah keluarga, harta kekayaan, warisan, jual
beli dan hal-hal yang menyangkut hubungan masyarakat Islam dengan masyarakat non muslim.
Menurut
makna Qur’aninya, Syariat adalah ”Jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan”
Syari’at adalah 'Pandangan Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup'
(syariah), dan 'Perjuangan Hidup' (manhaj) yg diwahyukan oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan
dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya sebagai
pandangan hidup seorang muslim yang islam oriented akan selalu setia pada
syariat dalam berbagai persoalan hidupnya dengan senantiasa berpedoman kepada
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang
Syari’at ialah:
"
(Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)".(QS Asy-Syura [42]:13)
[Yang
dimaksud : "agama" di sini ialah meng-Esakan Allah S.W.T., beriman kepada-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta menta'ati segala
perintah dan larangan-Nya.]
Firman
Allah SWT:
﴿ ثُمَّ جَعَلْناكَ عَلى شَريعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْها
وَلا تَتَّبِعْ أَهْواءَ الَّذينَ لا يَعْلَمُونَ ﴾
(Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. (QS Al-Jatsiyah [45]:18)
Syari’at
Berdasarkan Al-Kitab (Alquran)
Firman
Allah SWT:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا
عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ
شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى
اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ
تَخْتَلِفُونَ
(Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS Al-Maidah [5]:48)
Setelah Allah S.W.T. menerangkan bahwa kitab
Taurat telah diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan kitab Injil telah diturunkan
pula kepada Nabi Isa a.s. dan agar kitab tersebut ditaati dan diamalkan oleh
para penganutnya masing-masing, maka pada ayat ini diterangkan bahwa Allah S.W.T. menurunkan kepada Nabi
dan Rasul terakhir Muhammad saw. kitab suci Alquran yaitu kitab samawi terakhir
yang membawa kebenaran, mencakup isi dan membenarkan kitab suci sebelumnya
seperti kitab Taurat dan Injil. Alquran adalah kitab yang terpelihara dengan
baik, sehingga ia tidak akan mengalami perubahan dan pemalsuan.
Firman Allah menegaskan:
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
Artinya:
Tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
(Q.S.Fussilat:42).
Tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
(Q.S.Fussilat:42).
Alquran adalah kitab suci yang menjamin syariat yang murni sebelumnya dan kitab suci satu-satunya yang berlaku sejak diturunkannya sampai hari kemudian. Oleh karena itu pantaslah, bahkan wajib menghukum dan memutuskan perkara putra manusia sesuai dengan hukum yang telah diturunkan Allah yang telah terdapat di dalamnya dan bukanlah pada tempatnya menuruti keinginan dan kemauan hawa nafsu mereka yang bertentangan dengan kebenaran yang dibawa oleh Junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Syariat
setiap umat dan jalan yang harus ditempuhnya boleh saja berubah rubah dan
bermacam-macam tetapi dasar dan landasan Agama Samawi hanyalah satu. Kitab
Taurat, Injil dan Alquran, masing-masing mempunyai syariat tersendiri, di mana
Allah S.W.T. telah menentukan hukum
halal dan haram, sesuai dengan kehendak-Nya untuk mengetahui siapa yang taat
dan siapa yang tidak.
Firman Allah swt.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan padanya, "Bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku" maka sembahlah Aku olehmu sekalian.(Q.S.Al-Anbiya':25)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan padanya, "Bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku" maka sembahlah Aku olehmu sekalian.(Q.S.Al-Anbiya':25)
Firman-Nya
pula:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.(Q.S. An Nahl: 36).
Sekiranya
Allah swt. menghendaki, tentulah Dia dapat menjadikan manusia hanya mempunyai
satu syariat dan satu macam jalan pula yang akan ditempuh dan diamalkan mereka
sehingga dari zaman ke zaman tidak ada peningkatan dan kemajuan seperti halnya
burung dan lebah, tentunya akan terlaksana dan tidak ada kesulitan sedikitpun,
karena Allah S.W.T.
kuasa atas segala sesuatu tetapi yang demikian itu tidak dikehendaki oleh-Nya.
Allah
swt. menghendaki manusia itu sebagai makhluk yang dapat mempergunakan akal dan
pikirannya, dapat maju dan berkembang dari zaman ke zaman. Dari masa
kanak-kanak ke masa remaja meningkat jadi dewasa dan seterusnya.
Demikianlah
Allah swt. menghendaki dan memberikan kepada tiap-tiap umat syariat tersendiri
untuk menguji sampai di mana manusia itu dapat dan mampu melaksanakan perintah
Allah atau menjauhi larangan-Nya. Sebagai mana yang telah ditetapkan di dalam
kitab Samawi-Nya, untuk
dapat diberi Pahala atau disiksa.
Pada
suatu waktu nanti, mau tak mau manusia akan kembali kepada Allah S.W.T. memenuhi panggilan-Nya, ke alam Baqa. Disanalah
nanti Allah S.W.T.
akan memberitahukan segala sesuatunya tentang hakikat yang diperselisihkan
mereka. Orang-orang yang benar-benar beriman akan diberi pahala, sedang
orang-orang yang ingkar dan menolak kebenaran, serta menyeleweng dari-Nya tanpa
alasan dan bukti akan diazab dan dimasukkan ke dalam neraka.
(Dan
telah Kami turunkan kepadamu) hai Muhammad (kitab) yakni Alquran (dengan
kebenaran) berkaitan dengan anzalnaa (membenarkan apa yang terdapat di
hadapannya) maksudnya yang sebelumnya (di antara kitab dan menjadi saksi) atau
batu ujian (terhadapnya) kitab di sini maksudnya ialah kitab-kitab terdahulu.
(Sebab itu putuskanlah perkara mereka) maksudnya antara ahli kitab jika mereka
mengadu kepadamu (dengan apa yang diturunkan Allah) kepadamu (dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka) dengan menyimpang (dari kebenaran yang telah
datang kepadamu. Bagi tiap-tiap umat di antara kamu Kami beri) hai manusia
(aturan dan jalan) maksudnya jalan yang nyata dan agama dan yang akan mereka
tempuh. (Sekiranya dikehendaki Allah tentulah kamu dijadikan-Nya satu umat)
dengan hanya satu syariat (tetapi) dibagi-bagi-Nya kamu kepada beberapa
golongan (untuk mengujimu) mencoba (mengenai apa yang telah diberikan-Nya kepadamu)
berupa syariat yang bermacam-macam untuk melihat siapakah di antara kamu yang
taat dan siapa pula yang durhaka (maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan)
berpaculah mengerjakannya. (Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua) dengan
kebangkitan (maka diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu perbantahkan itu)
yakni mengenai soal agama dan dibalas-Nya setiap kamu menurut amal
masing-masing.
2.2 .TAREKAT
Pengertian
Tariqat Istilah Tariqat berasal dari kata At-Tariq (jalan) menuju kepada
hakikat, atau dengan kata lain pengalaman syari’at, yang disebut “Al-Jara” atau
“Al-Amal”, sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam
definisi, yang berturut-turut disebutkan:
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخذ بعزا ئمها والبعد عن التسا هل فيما لا ينبغى التسا هل فيه
Artinya:
“Tariqat adalah pengalaman syari’at, melaksanaka beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah”.
الطريقة هي اجتناب المنهيات ظا هرا وباطنا وامتثال الاوامرالالهية بقد رالطاقة
Artinya:
“Tariqat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (batil)”.
الطريقة هي اجتناب المحرمات والمكروهات وفضول المباحات واداءالفرائض فما استطاع من النوافل تحت رعايةعارف من اهل النهاية
Artinya:
“Tariqat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) faidah, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) dibawah bimbingan seorang arif (Syekh) dari (Sufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.”
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخذ بعزا ئمها والبعد عن التسا هل فيما لا ينبغى التسا هل فيه
Artinya:
“Tariqat adalah pengalaman syari’at, melaksanaka beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah”.
الطريقة هي اجتناب المنهيات ظا هرا وباطنا وامتثال الاوامرالالهية بقد رالطاقة
Artinya:
“Tariqat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (batil)”.
الطريقة هي اجتناب المحرمات والمكروهات وفضول المباحات واداءالفرائض فما استطاع من النوافل تحت رعايةعارف من اهل النهاية
Artinya:
“Tariqat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) faidah, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) dibawah bimbingan seorang arif (Syekh) dari (Sufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.”
Menurut
L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan Tasawuf di
beberapa Negara Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah Tarikat mempunyai
dua macam pengertian.Tarikat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian
yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk
mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamat” dan “Al-Ahwal”.
Pengertian yang seperti ini, menonjol sekitar abad ke-IX dan ke-X Masehi.
Tarikat yang diartikan sebagai
perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seseorang
Syekh yang menganut suatu aliran Tarikat yang mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut
aliran Tarikat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.
Pengertian yang seperti ini, menonjol sesudah abad ke-IX Masehi.
Dari pengertian dan definisi diatas, maka Tarikat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seseorang, maupun secara bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamat” dan “Al-Ahwal”.
Adapun tingkatan maqam menurut Abu Nashr As-Sarraj dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Tingkatan Taubat (At-Taubah)
b. Tingkatan pemeliharaan diri dari perbuatan yang haram dan yang makruh, serta yang subhat (Al-Wara’)
c. Tingkatan meninggalkan kesenangan dunia (Az-Zuhdu)
d. Tingkatan memfakirkan diri (Al-Faqru)
e. Tingkatan sabar (As-Sabru)
f. Tingkatan Tawakkal (At-Tawakkul)
g. Tingkatan kerelaan (Ar-Rida)
2. Istilah Tariqat
Ada beberapa istilah “tariqat”, antara lain:
a. Syari’at
Kata “syari’at” berarti perjalanan atau peraturan. Maksudnya, para ahli tarikat berpendapat berupa amalan-amalan lahir. Semisal shalat, puasa dan lain sebagainya.
b. Hakikat
Kata “hakikat” berarti puncak atau kesudahan sesuatu atau asal sesuatu. Arti lain adalah sebagai kebalikan dari sesudah yang tidak sebenarnya (arti kiasan). Namun di dalam istilah tarikat berarti sebagai kebalikan syariat yakni yang menyangkut batin.
c. Ma’rifat
“Ma’rifat” berarti pengetahuan atau pengalaman. Menurut istilah, “ma’rifat” ialah pengetahuan dalam mengerjakan syari’at dan hakikat. Para ahli Tarikat berpendapat bahwa ma’rifat adalah sifat sufi yang dapat bertingkat-tingkat. Dari tingkat talib, murid, salik, dan wasila. Jadi kalau ia disebut ahli ma’rifat apabila telah berada ke hadirat Ilahi
d. Tarikat
Kata “tarikat” berarti jalan. Menurut istilah, Tarikat ialah jalan atau cara yang ditempuh menuju keridaan Allah.
e. Suluk
Kata “suluk” berarti menempuh perjalanan. Kata suluk berasal dari kata “salaka”. Dalam istilah tasawuf, “suluk” adalah ikhtiar (usaha) dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan tarikat. Orang yang menjalankan ikhtiar disebut “salik”.
f. Manazil
Artinya tempat-tempat perhatian yang dilalui salik yang melakukan “suluk”
MasyahidØ Ialah hal-hal yang terlihat pada perjalanan ditengah sedang melakukan suluk
MaqamatØ Ialah derajat-derajat yang diperoleh dalam usaha sendiri.
KasbiyahØ Ialah derajat-derajat yang diperoleh semata-mata dengan anugerah Allah yang disebut “al-ahwal” atau “mauhibiyah”
Istilah-istilah diatas disebut tempat bagian ketika memasuki tasawuf
g. Zawiyah
Adalah merupakan suatu ruang tempat mendidik calon-calon sufi. Disebut juga tempat latihan tarikat yang dilengkapi dengan mihrab untuk salat. Wujud zawiyah besar adalah asrama atau madrasah
h. Illa zikr naïf isbat
Kalimat “La ilaha illallah” mengandung dua kata, pertama kata “La” dan kedua “Illa”. Dan dua kata pula yang menetapkan yaitu “Ilaha” dan Allah”.
Dalam hal tersebut diatas ahli tarikat memberi tiga tingkatan pengertian, yaitu:
Tiada Tuhan melainkan Allah
Tiada ma’bud melainkan Allah
Tiada maujud melainkan Allah
i. As-Sukr
As-Syukru maksudnya sebagai salah satu sikap dalam ibadah dan khalwat. Sehingga orang itu tidak sadar lagi akan dirinya.
Al-Fana
Al-Fana merupakan suatu tingkatan/golongan salik, yang menurut mereka dapat terlihat diwaktu ia terpengaruh oleh perasaannya waktu menalankan ibadah, maksud lain adalah lupa segala sesuatu ketika beribadah kecuali yang disembahnya.
j. Uslah
Uslah adalah salah satu praktek suluk dengan mengasingkan diri dari khalayak ramai yang berbuat maksiat.
Khalwat
Khalwat sebagai satu rangkaian dalam suluk dengan jalan menyendiri ditempat yang sunyi atau bertapa.
k. Kasyaf
Artinya terbukanya dinding antara hamba dengan Tuhan dalam tarikat. Empat dinding pembatas antara Khalik dengan mahluk menurut ahli tarikat yaitu:
Najis dan hadas
Haram dan makruh
Akhlaq yang tercela
Kelalaian terhadap Tuhan karena pengaruh dunia
l. Silsilah
Artinya nisbah (hubungan) guru-guru tarikat yang sambung bersambung dari bawah ke atas yang perlu diketahui oleh pengikut-pengikut tarikat
Khirqah
Ialah semacam ijazah yang diberikan kepada murid setelah mencapai suatu tahap dalam pengetahuan. Lebih lanjut dalam pemberian “khirqah” bersama dengan “wasiat” yaitu amanah atau pesan-pesan penting dan khusus dari guru kepada murid.
m. Wali
Wali adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian yang tinggi setelah melalui suluk. Dia mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu sebagai bukti kewaliannya.
Keramat
Adapun yang dimaksud dengan keramat adalah keistimewaan yang dimiliki seorang wali.
3. Tokoh-Tokoh Tarikat Di Dunia Islam Maupun Indonesia
Ada beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam Tarikat yang bersifat perkumpulan, misalnya:
a. Syekh atau Mursyid, adalah guru tarikat
b. Khalifah adalah wakil Syekh atau Mursyid
c. Murid adalah pengikut aliran suatu tarikat
d. Baiat adalah perjanjian atau sumpah setia murid kepada gurunya, ketika ia memasuki perkumpulan Tarikat.
e. Wasilah atau Rabitah adalah perantara guru (Syekh) dengan muridnya, sehingga setiap amalan gurunya selalu
Dari pengertian dan definisi diatas, maka Tarikat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seseorang, maupun secara bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamat” dan “Al-Ahwal”.
Adapun tingkatan maqam menurut Abu Nashr As-Sarraj dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Tingkatan Taubat (At-Taubah)
b. Tingkatan pemeliharaan diri dari perbuatan yang haram dan yang makruh, serta yang subhat (Al-Wara’)
c. Tingkatan meninggalkan kesenangan dunia (Az-Zuhdu)
d. Tingkatan memfakirkan diri (Al-Faqru)
e. Tingkatan sabar (As-Sabru)
f. Tingkatan Tawakkal (At-Tawakkul)
g. Tingkatan kerelaan (Ar-Rida)
2. Istilah Tariqat
Ada beberapa istilah “tariqat”, antara lain:
a. Syari’at
Kata “syari’at” berarti perjalanan atau peraturan. Maksudnya, para ahli tarikat berpendapat berupa amalan-amalan lahir. Semisal shalat, puasa dan lain sebagainya.
b. Hakikat
Kata “hakikat” berarti puncak atau kesudahan sesuatu atau asal sesuatu. Arti lain adalah sebagai kebalikan dari sesudah yang tidak sebenarnya (arti kiasan). Namun di dalam istilah tarikat berarti sebagai kebalikan syariat yakni yang menyangkut batin.
c. Ma’rifat
“Ma’rifat” berarti pengetahuan atau pengalaman. Menurut istilah, “ma’rifat” ialah pengetahuan dalam mengerjakan syari’at dan hakikat. Para ahli Tarikat berpendapat bahwa ma’rifat adalah sifat sufi yang dapat bertingkat-tingkat. Dari tingkat talib, murid, salik, dan wasila. Jadi kalau ia disebut ahli ma’rifat apabila telah berada ke hadirat Ilahi
d. Tarikat
Kata “tarikat” berarti jalan. Menurut istilah, Tarikat ialah jalan atau cara yang ditempuh menuju keridaan Allah.
e. Suluk
Kata “suluk” berarti menempuh perjalanan. Kata suluk berasal dari kata “salaka”. Dalam istilah tasawuf, “suluk” adalah ikhtiar (usaha) dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan tarikat. Orang yang menjalankan ikhtiar disebut “salik”.
f. Manazil
Artinya tempat-tempat perhatian yang dilalui salik yang melakukan “suluk”
MasyahidØ Ialah hal-hal yang terlihat pada perjalanan ditengah sedang melakukan suluk
MaqamatØ Ialah derajat-derajat yang diperoleh dalam usaha sendiri.
KasbiyahØ Ialah derajat-derajat yang diperoleh semata-mata dengan anugerah Allah yang disebut “al-ahwal” atau “mauhibiyah”
Istilah-istilah diatas disebut tempat bagian ketika memasuki tasawuf
g. Zawiyah
Adalah merupakan suatu ruang tempat mendidik calon-calon sufi. Disebut juga tempat latihan tarikat yang dilengkapi dengan mihrab untuk salat. Wujud zawiyah besar adalah asrama atau madrasah
h. Illa zikr naïf isbat
Kalimat “La ilaha illallah” mengandung dua kata, pertama kata “La” dan kedua “Illa”. Dan dua kata pula yang menetapkan yaitu “Ilaha” dan Allah”.
Dalam hal tersebut diatas ahli tarikat memberi tiga tingkatan pengertian, yaitu:
Tiada Tuhan melainkan Allah
Tiada ma’bud melainkan Allah
Tiada maujud melainkan Allah
i. As-Sukr
As-Syukru maksudnya sebagai salah satu sikap dalam ibadah dan khalwat. Sehingga orang itu tidak sadar lagi akan dirinya.
Al-Fana
Al-Fana merupakan suatu tingkatan/golongan salik, yang menurut mereka dapat terlihat diwaktu ia terpengaruh oleh perasaannya waktu menalankan ibadah, maksud lain adalah lupa segala sesuatu ketika beribadah kecuali yang disembahnya.
j. Uslah
Uslah adalah salah satu praktek suluk dengan mengasingkan diri dari khalayak ramai yang berbuat maksiat.
Khalwat
Khalwat sebagai satu rangkaian dalam suluk dengan jalan menyendiri ditempat yang sunyi atau bertapa.
k. Kasyaf
Artinya terbukanya dinding antara hamba dengan Tuhan dalam tarikat. Empat dinding pembatas antara Khalik dengan mahluk menurut ahli tarikat yaitu:
Najis dan hadas
Haram dan makruh
Akhlaq yang tercela
Kelalaian terhadap Tuhan karena pengaruh dunia
l. Silsilah
Artinya nisbah (hubungan) guru-guru tarikat yang sambung bersambung dari bawah ke atas yang perlu diketahui oleh pengikut-pengikut tarikat
Khirqah
Ialah semacam ijazah yang diberikan kepada murid setelah mencapai suatu tahap dalam pengetahuan. Lebih lanjut dalam pemberian “khirqah” bersama dengan “wasiat” yaitu amanah atau pesan-pesan penting dan khusus dari guru kepada murid.
m. Wali
Wali adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian yang tinggi setelah melalui suluk. Dia mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu sebagai bukti kewaliannya.
Keramat
Adapun yang dimaksud dengan keramat adalah keistimewaan yang dimiliki seorang wali.
3. Tokoh-Tokoh Tarikat Di Dunia Islam Maupun Indonesia
Ada beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam Tarikat yang bersifat perkumpulan, misalnya:
a. Syekh atau Mursyid, adalah guru tarikat
b. Khalifah adalah wakil Syekh atau Mursyid
c. Murid adalah pengikut aliran suatu tarikat
d. Baiat adalah perjanjian atau sumpah setia murid kepada gurunya, ketika ia memasuki perkumpulan Tarikat.
e. Wasilah atau Rabitah adalah perantara guru (Syekh) dengan muridnya, sehingga setiap amalan gurunya selalu
dijadikan wasilah oleh
murid-muridnya.
f. Suluk adalah mengamalkan ajaran-ajaran yang telah diterima dari guru, sebagai sarana latihan jiwa untuk
f. Suluk adalah mengamalkan ajaran-ajaran yang telah diterima dari guru, sebagai sarana latihan jiwa untuk
mencapai suatu maqam dalam
tariqat.
g. Ijazah adalah sebuah pengakuan guru kepada muridnya, berupa keterangan tertulis yang dibubuhi tandatangan,
g. Ijazah adalah sebuah pengakuan guru kepada muridnya, berupa keterangan tertulis yang dibubuhi tandatangan,
silsilah tarikat dan
simbol-simbol lain; misalnya pemberian sepotong kain yang disebut “Khiqatut
Tabarruk”.
Macam-macam tarikat beserta pendirinya
• Tatikat Qadiriyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdul Qadir Jailani sebagai pendirinya
• Tarikat Rifa’iyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Ahmad Rifa’i
• Tarikat Maulawiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Maulana Jalaluddin Ar-Rumi.
• Tarikat Syaziliyah, yang dinisbatkaan kepada Asy-Syekh Abdul Hasan Ali bin Abdil jabbar Asy-Syazali.
• Tarikat Badawiyah yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Ahmad al-Badawi
• Tarikat As-Suhrawardiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Umar As-Suhrawardi;
• Narikat Naqsyabandiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syhalah Bahauddin Muhammad bin
Macam-macam tarikat beserta pendirinya
• Tatikat Qadiriyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdul Qadir Jailani sebagai pendirinya
• Tarikat Rifa’iyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Ahmad Rifa’i
• Tarikat Maulawiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Maulana Jalaluddin Ar-Rumi.
• Tarikat Syaziliyah, yang dinisbatkaan kepada Asy-Syekh Abdul Hasan Ali bin Abdil jabbar Asy-Syazali.
• Tarikat Badawiyah yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Ahmad al-Badawi
• Tarikat As-Suhrawardiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Umar As-Suhrawardi;
• Narikat Naqsyabandiyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syhalah Bahauddin Muhammad bin
Hasan An-Naqsabandi;
• Tarikat Syatariyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdullah Asy-Syattari;
• Tarikat Khalwatyh yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdul Barakat Ayyub bin Muhammad Al-Khalwati Al-Qursisyi. (Mustafa, 1997: 280)
• Tarikat Syatariyah, yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdullah Asy-Syattari;
• Tarikat Khalwatyh yang dinisbatkan kepada Asy-Syekh Abdul Barakat Ayyub bin Muhammad Al-Khalwati Al-Qursisyi. (Mustafa, 1997: 280)
2.3 HAKEKAT
A. Pengertian
Hakekat
Hakikat (Haqiqat) adalah
kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Kata ini berasal
dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti mempunyai makna (kepunyaan) atau benar (kebenaran) atau
“sesuai dengan kenyataan dan realitas eksternal” dan
dalam istilah memiliki arti “penyikapan hakikat-hakikat eksistensi dan
penggapaian puncak keyakinan (haqqul yakin)”
kata Haq, secara khusus oleh
orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok
(sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya
disebut batil (yang tidak benar).
Dalam pengertian seperti
ini, hakikat merupakan unsur ketiga dalam ilmu tasawuf, yakni:
·
Syari’at (hukum yg mengatur); Syariat,
sebagai ilmu yang paling awal, mempelajari tentang amal ibadat dan
muamalat secara lahir.
·
Tarekat (suatu jalan
atau cara); sebagai suatu tahapan dalam perjalanan spiritual menuju
Allah Al-Haqq. Tarekat,
sebagai ilmu kedua, mempelajari tentang latihan-latihan rohani dan jasmani yang
dilakukan sekelompok umat Islam (para sufi) menurut ajaran-ajaran tertentu.
·
Hakikat(Kebenaran yg essensial)
·
Ma’rifat (mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, baik Asma,
Sifat, maupun Af'al-Nya).
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Sungguh, yg demikian itu
adalah hakikat yg meyakinkan maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu
Yang Maha Besar." (QS Al-Waqiah [56]: 95-96)
"Maka ikutilah DIA Tuhanmu yang
hakiki. Tidak ada sesudah kepastian itu melainkan kesesatan. Tetapi
bagaimanakah kamu dapat dipalingkan dari kebenaran?" (QS Yunus [10]: 32)
Hakekat juga disebut 'lubb' ("dalam",
"saripati", "inti") kaitannya dengan sebuah frase Al-Qur'an
(dalam surah Al-Qashash ayat 29, dan ayat-ayat lain).
Ulul Albab (orang yang memiliki pengetahuan yang
mendalam), yakni mereka yang memiliki pandangan atau pengertian tetang Hakekat.
Kaitannya dengan hal ini terdapat pada pepatah Sufi.
"Untuk mencapai Hakikat (inti),
Anda harus mampu menghancurkan kulit",
yang mengandung pengertian bahwa
paham eksoterisme (perwujudan), melampaui batas-batas pemahaman eksoteris,
karena esensi melampaui bentuk-bentuk luaran yang mana ia tidak dapat
direduksikan kepada bentuk luaran yang bersifat eksoterik.
Secara sederhana kita ambil contoh ibadah
Shalat yang menjadi inti dari pada hakekat hidup kita sekalian yaitu "
Hakekat hidup adalah ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
(liya'buduni), sedangkan ibadah yang paling pokok dan utama adalah Shalat.
-
Syari’at-nya adalah memenuhi kewajiban.
Sesuai dgn firman-Nya;
" Inna alshshalaata kaanat
'alaa almu'miniina kitaaban mawquutaan.."
"Bahwa sesungguhnya Shalat itu diwajibkan atas orang-orang mukmin pada waktu-waktu yang sudah ditentukan." (QS An-Nisaa [4]:103).
"Bahwa sesungguhnya Shalat itu diwajibkan atas orang-orang mukmin pada waktu-waktu yang sudah ditentukan." (QS An-Nisaa [4]:103).
-
Tarekat-nya adalah memberi pengaruh pada sikap dan membekas pada
perbuatan.
-
Hakekat-nya adalah zikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Sebagaimana firman-Nya:
"Innanii anaa allaahu laa
ilaaha illaa anaa fau'budnii wa-aqimi alshshalaata lidzikrii.."
"Sungguh, Aku inilah Allah,
tiada Tuhan melainkan Aku. Maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat ini untuk
zikir kepada-KU." (QS Thaha [20]:14)
-
Makrifat-nya adalah mi'raj ruhani kehadirat Ilahi.
"Shalat adalah Mi'raj-nya
orang-orang yang beriman." (HR Baihaqi dan Muslim)
Seperti telah disinggung pada awal tulisan ini, dimana diuraikan bahwa:
Syari’at adalah 'Pandangan Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup' (syariah), dan 'Perjuangan Hidup' (manhaj) yang diwahyukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya.
Seperti telah disinggung pada awal tulisan ini, dimana diuraikan bahwa:
Syari’at adalah 'Pandangan Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup' (syariah), dan 'Perjuangan Hidup' (manhaj) yang diwahyukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya.
Sebagai
pandangan hidup, seorang muslim yang islam oriented akan selalu setia pada
syariat dalam berbagai persoalan hidupnya dengan senantiasa berpedoman kepada
Al-Qur'an dan As-Sunnah (QS Asy-Syura:13, Al-Jatsiyah:18, QS Al-Maidah:48).
Sebagai pegangan hidup, syari’at
diturunkan allah, ke dunia ini dengan Ilmu-Nya yang tak terbatas. Oleh karena itu, syari’at bersifat universal.
Syaikh Athaillah As-Sakandariyah
berkata;
·
Orang yang telah sampai pada Hakikat Islam, maka ia
tidak kuasa menghindari melaksanakan Syariat;
·
Orang yang telah sampai pada Hakikat Iman, maka ia
tidak kuasa berpaling kepada amal perbuatan atas dasar selain Allah Subhanahu
wa Ta'ala (riya);
·
Dan, orang yang telah sampai pada Hakikat Ihsan, maka
ia tidak kuasa berpaling kepada segala apapun selain Allah Swt."
2.4
MAKRIFAT
1. Istilah ma’rifah berasal dari kata “Al-Ma’rifah”, yang berarti
mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan pengalaman
Tasawuf, maka istilah ma’rifah disini berarti mengenal Allah ketika sufi
mencapai suatu maqam dalam tasawuf. Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya
oleh beberapa Ulama Tasawuf, antara lain:
a. Dr, Mustafa Zahri
mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan المعرفة جزم القلب بوجودالواجب الموجود متصفا بسائرالكلمات
Artinya:
“Ma’rifah artinya ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya”.
b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-kadiriy mengemukakan pendapat Abuth thayyib As-Samiriy yang mengatakan:
المعرفة طلوع الحق, وهو القلب بمواصلة الانوار
Artinya:
“Ma’rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi) dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakn pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan:
المعرفة يوجب السكينة فى القلب كما ان العلم يوجب السكون, فمن ازدادت معرفته ازدادت سكينته
Artinya:
“Ma’rifah membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa yang meningkat ma’rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).
(Mustafa, 1997: 251)
Ma’rifat adalah tingkat penyerahan diri kepada Allah secara tingkat demi setingkat sehingga sampai kepada tingkat keyakinan yang kuat. Orang yang memiliki ilmu Ma’rifat dianggap sebagai orang yang “arif”, karena ia bisa memikirkan dalam-dalam tentang segala macam liku-liku kehidupan di dunia ini, oleh karena itu jika kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu ma’rifat, maka akan meraih suatu karomah.
Karomah adalah keistimewaan yang tidak dimiliki orang awam. Bentuk karomah tersebut adalah mata hati kita menjadi awas dan indra ke enam kita jadi tajam. Kita akan dapat mengetahui sesuatu yang tersembunyi dibalik peristiwa, orang yang mata hatinya dan indra ke enamnya tajam, maka ia dapat masuk ke dalam hal-hal yang dianggap gaib (tersembunyi). Orang yang arif (memiliki ilmu ma’rifat), suka memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dengan mata kepalanya, kemudian ia merenungkan dengan mata hatinya.
Orang ma’rifat jika melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu menggunakan nuraninya dari pada hawa nafsu yang mempengaruhi dirinya atau nuraninya yang berkata. Oleh karena itu, orang yang sudah menduduki tingkat ini, selalu tajam indra keenammya. (http, Cinta Ma’rifat: 09.30)
Dalam bukunya Mustafa dikatakan bahwa Tidak semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada tingkatan ma’rifah. Karena itu sufi yang sudah mendapatkan tingkatan ma’rifah, memiliki tanda-tanda tertentu. Adapunnya yaitu:
a. Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunya, karena itu sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran tasawuf belum tentu benar.
c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu bisa membawanya kepada perbuatan yang haram.
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan kehidupan yang mewah, kecuali tingkat kehidupan yang hanya sekedar dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT.
2. Jalan Ma’rifat
Kaum Sufi untuk mendapatkan suatu ma’rifat melalui jalan yang ditempuh dengan mempergunakan suatu alat diantaranya: Sir ( السر )
Menurut Al-Qusyairi ada tiga yaitu:
1. Qalb ( القلب ) fungsinya untuk dapat mengetahui sifat tuhan.
2. Ruh ( الروح ) fungsinya untuk dapat mencintai Tuhan.
3. Sir ( السر ) fungsinya untuk melihat Tuhan.
Artinya:
“Ma’rifah artinya ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya”.
b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-kadiriy mengemukakan pendapat Abuth thayyib As-Samiriy yang mengatakan:
المعرفة طلوع الحق, وهو القلب بمواصلة الانوار
Artinya:
“Ma’rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi) dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakn pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan:
المعرفة يوجب السكينة فى القلب كما ان العلم يوجب السكون, فمن ازدادت معرفته ازدادت سكينته
Artinya:
“Ma’rifah membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa yang meningkat ma’rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).
(Mustafa, 1997: 251)
Ma’rifat adalah tingkat penyerahan diri kepada Allah secara tingkat demi setingkat sehingga sampai kepada tingkat keyakinan yang kuat. Orang yang memiliki ilmu Ma’rifat dianggap sebagai orang yang “arif”, karena ia bisa memikirkan dalam-dalam tentang segala macam liku-liku kehidupan di dunia ini, oleh karena itu jika kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu ma’rifat, maka akan meraih suatu karomah.
Karomah adalah keistimewaan yang tidak dimiliki orang awam. Bentuk karomah tersebut adalah mata hati kita menjadi awas dan indra ke enam kita jadi tajam. Kita akan dapat mengetahui sesuatu yang tersembunyi dibalik peristiwa, orang yang mata hatinya dan indra ke enamnya tajam, maka ia dapat masuk ke dalam hal-hal yang dianggap gaib (tersembunyi). Orang yang arif (memiliki ilmu ma’rifat), suka memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dengan mata kepalanya, kemudian ia merenungkan dengan mata hatinya.
Orang ma’rifat jika melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu menggunakan nuraninya dari pada hawa nafsu yang mempengaruhi dirinya atau nuraninya yang berkata. Oleh karena itu, orang yang sudah menduduki tingkat ini, selalu tajam indra keenammya. (http, Cinta Ma’rifat: 09.30)
Dalam bukunya Mustafa dikatakan bahwa Tidak semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada tingkatan ma’rifah. Karena itu sufi yang sudah mendapatkan tingkatan ma’rifah, memiliki tanda-tanda tertentu. Adapunnya yaitu:
a. Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunya, karena itu sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran tasawuf belum tentu benar.
c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu bisa membawanya kepada perbuatan yang haram.
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan kehidupan yang mewah, kecuali tingkat kehidupan yang hanya sekedar dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT.
2. Jalan Ma’rifat
Kaum Sufi untuk mendapatkan suatu ma’rifat melalui jalan yang ditempuh dengan mempergunakan suatu alat diantaranya: Sir ( السر )
Menurut Al-Qusyairi ada tiga yaitu:
1. Qalb ( القلب ) fungsinya untuk dapat mengetahui sifat tuhan.
2. Ruh ( الروح ) fungsinya untuk dapat mencintai Tuhan.
3. Sir ( السر ) fungsinya untuk melihat Tuhan.
Kedudukan Sir lebih dari ruh dan qalb. Dan ruh lebih halus dari qalb. Qalb di samping sebagai alat untuk merasa juga sebagai alat untuk berfikir. Bedanya qalb dengan ‘aql ialah kalau ‘aql tidak dapat menerima pengetahuan tentang hakikat Tuhan, tetapi Qolb dapat mengetahui hakikat dari segala yang ada dan manakala dilimpahi suatu cahaya dari Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
Posisi sir ( السر ) bertempat di dalam ruh. Dan ruh ( الروح ) sendiri berada di dalam qalb. Sir akan dapat menerima pantulan cahaya dari Allah apabila qalb dan ruh benar-benar suci, kosong dan tidak berisi suatu apapun. Pada suasana yang demikian, Tuhan akan menurunkan cahaya-Nya kepada mereka (Sufi). (Mustafa, 1997: 251)
4.
Tokoh Ma’rifah Salah satu tokoh dalam Ma’rifah yaitu Al-Ghazali. Al-Ghazali
mengakhiri masa petualangannya, karena telah mendapat “pegangan” yang
sekuat-kuatnya untuk kembali berjuang dan bekerja di tengah masyarakat.
Pegangan itu adalah “Paham Sufi” yang diperolehnya berkat ilham Tuhan di tanah
suci Mekkah dan Madinah. Sesudah mendapat ilham yang benar di bawah lindungan
Ka’bah maka terbukalah pikirannya untuk berkumpul dengan segenap keluarganya.
dan timbullah pikiran yang normal untuk kembali hidup di tengah masyarakat.
Hatinya sudah bulat untuk pulang. Tetapi sebagai orang besar, tidaklah mungkin
dia pulang dengan tidak ada panggilan resmi dari pihak pemerintah. Kebetulan
datanglah panggilan yang ditunggu-tunggunya itu. Perdana Mentri Fakhrul Mulk,
putra dari Nizam ul Mulk almarhum, telah memintanya supaya segera pulang ke
Niesabur untuk memimpin Universitas Nizamiyah yang ditinggalkannya. Al Ghazali
memangku jabatan presiden Universitas, dan memberikan kuliah dengan gembira
sekali. Kesaksian baru yang dibawanya bahwa paham sufi adalah prinsip yang
sejati dan paling baik. Disebarkannya kepada segenap mahasiswanya. Menurut
Al-Ghazali, Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui
peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Selanjutnya ia menjelaskan
bahwa orang yang mempunyai ma’rifah tentang Tuhan yaitu (A’rif) tidak akan
mengatakan “Ya Allah” atau “Ya Rabbi”. Karena memanggil Tuhan dengan
kata-kata seperti itu menyatakan, bahwa Tuhan ada di belakang tabir, Ma’rifah
menurut Al-Ghazali juga memandang kepada wajah Allah SWT. Sedangkan Ma’rifah
dan mahabbah menurut Al-Ghazali adalah tingkatan tinggi bagi seorang sufi. Dan
pengetahuan ma’rifah lebih baik kualitasnya dari pengetahuan akal. (Mustafa,
1997: 256)
2.5 KORELASI
SYARI’AT DAN HAKEKAT
Menurut Syaikh Ali bin al-Haitamy
r.a.,
·
Syariat ialah apa yg berkaitan dgn 'taklif' (pembebanan
suatu ibadah), sdgkan Hakikat ialah apa yg dpt menghasilkan 'mengenal Allah'.
Syariat dikuatkan oleh Hakikat, dan hakikat terikat dgn syariat.
·
Syariat adalah sbg wujud perbuatan Allah Swt., dan
melaksanakannya dengan syarat disertai ilmu melalui perantaraan para Rasul,
sdgkan Hakikat ialah 'menyaksikan hal ihwal mengenal Allah Swt. dan menyerahkan
segala sesuatunya kepada-Nya tanpa ada perantaraan".
Syaikh al-Arif Billah Sayyid Ibrahim
ad-Dasuqi al-Quraisy r.a., berkata:
·
Syariat adalah pokok, sedangkan Hakikat adalah cabang.
Syariat mengandung segala ilmu yang disyariatkan, sedangkan Hakikat mengandung
segala ilmu yang tersembunyi, dan seluruh maqam (kedudukan di sisi Allah Subhanahu
wa Ta'ala) bertingkat-tingkat di dalam keduanya".
“Syariat itu Pohon dan Hakikat itu Buahnya.”
- “Ahli Syariat akan batal
shalatnya dgn bacaan yg buruk, sedangkan..
- “Ahli Hakikat akan batal
shalatnya dgn akhlak yg buruk. Jadi apabila di dlm bathinnya terdapat
kedengkian atau iri hati, buruk sangka kepada seseorang, mencintai dunia,
shalatnya batal.
“Karena sesungguhnya pemilik akhlak buruk itu
berada pada hijab (terhalang) dari menyaksikan keagungan Allah Swt. di dlm
shalat. Dan org yg hatinya terhijab maka ia tidak shalat, krn sesungguhnya
shalat adalah sebuah hubungan dgn Allah Swt.”
BAB III
PENUTUP
Tiap-tiap
umat Allah diberi syariat (peraturan-peraturan khusus) dan diwajibkan kepada
mereka melaksanakannya dan juga mereka telah diberi jalan dan petunjuk yang
harus melaksanakannya untuk membersihkan diri dan menyucikan batin mereka.
Oleh
karena itu seharusnyalah manusia berlomba-lomba berbuat kebaikan dan amal
saleh, sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi penutup, Rasul terakhir
Muhammad saw. Syariat yang menggantikan syariat sebelumnya, untuk kepentingan di
dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Daftar Pustaka
DR. H. Abuddin Nata, MA,
2005, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers: Bandung.
Syaik Abdul Qadir
al-Jailani, 2010, Raihlah Hakikat
Jangan Abaikan Syariat, Pustaka Hidaya.
Haidar Sayyid Amili, Dari
Syari’at Menuju Hakikat, Mizan pustaka
: