Periode I
HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW (Dari
S.H.-11H)(610M-632M)
Ada suatu keistimewaan pada masa
ini yang membedakan-nya dengan masa lainnya. Umat Islam pada masa ini dapat
secara langsung memperoleh hadis dari Rasul SAW sebagai 'sumber hadis.
Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang dapat
menghambat atau mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran dan
mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang
tidak dapat dipisah-pisahkan, dan apa-apa yang disampaikannya
juga merupakan wahyu. Allah berfirman dalam menggambarkan kondisi
utusan-Nya tersebut.
Artinya : tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawanafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yangdwahyukan (kepadanya). (QS Al-Najm
(53): 3-4)
Oleh
karena itu, tempat-tempat pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah
terbuka dalam banyak kesempatan. Ternpat yang biasa digunakan Rasul SAW cukup
bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam
perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).Melalui
tempat-tempat tersebut Rasul SAW menyampai-kan hadis, yang terkadang
disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat
(melalui musyafahah), dan terkadang melalui perbuatan serta
taqrirnya yang disaksikannya oleh mereka (melalui musydhadah).Menurut
riwayat Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan
rasa jenuh di kalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan hadisnya dengan
berbagai cara, sehingga membuat para sahabat selalu ingin mengikuti pengaji-annya.
1.2
Cara Rasul menyampaikan Hadits
Beberapa cara Rasul SAW menyampaikan hadis ke-pada
para sahabat, diantaranya :
·
Pertama, melalui para jama'ah pada
pusat pembinaannya yang disebutmajlis al-'Ilmi. Melalui majlis ini
para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri
guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.
·
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul
SAW juga me-nyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemu-dian
disampaikannya kepada orang lain.
·
Ketiga, cara lain yang dilakukan
Rasul SAW adalah melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika
haji wada' danfutuh Makkah.
Perbedaan para sahabat dalam menguasai hadits
Di antara para sahabat tidak sama
kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi
ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung kepada beberapa hal yaitu :
Ø Pertama, perbedaan
mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW.
Ø Kedua, perbedaan
mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
Ø ketiga, perbedaan
mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari
masjid Rasul SAW.
Para sahabat yang banyak menerima Hadits dari nabi
Beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai
sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW dengan
beberapa penyebabnya. Mereka itu antara lain:
ü Para
sahabat yang tergolong kelompok Al-Sdbiqun Al-Awwaliin (yang
mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan,
Ali ibn Abi Thalib dan Ibn Mas'ud. Mereka banyak menerima hadis dari
Rasul SAW, karena lebih awal masuk Islam dari
sahabat-sahabat lainnya.
ü Ummahdt
Al-Mukminin (istri-istri Rasul SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu
Salamah. Mereka secara pribadi lebih dekat dengan Rasul SAW daripada
sahabat-sahabat lainnya. Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang
berkaitan dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri.
ü Para
sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul SAW juga menuliskan hadis-hadis
yang diterimanya, seperti Abdullah Amr ibn Al-'Ash.
ü Sahabat
yang meskipun tidak lama bersama Rasul SAW, akan tetapi banyak bertanya kepada
para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti Abu Hurairah.
ü Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul SAW banyak
bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama
dari wafatnya Rasul SAW, seperti Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik
dan Abdullah ibn Abbas.
Perbedaan perbedaan perhatian dan
sebab tidak membukukan hadits
Disebabkan oleh faktor-faktor seperti:
·
Mentadwinkan
ucapan-ucapannya, amalan-amalannya, mu'amalah-mu'amalahnya adalah satu keadaan
yang sukar, karena memerlukan adanya
segolongan sahabat yang terus-menerus hams menyertai Nabi untuk menulis segala
yang tersebut di atas padahal orang-orang yang dapat menulis pada masa itu,
masih dapat dihitung.
·
Karena orang Arab -
disebabkan mereka tak pandai menulis dan membaca tulisan - kuat
berpegang kepada kekuatan hafalan dalam segala apa yang mereka
ingin menghafalnya, menghafal Al Qur'an yang di-turunkan dengan
berangsur-angsur itu adalah suatu hal yang mudahbagi mereka, tidaklah demikian
terhadap Al Hadits.
·
Karena dikawatirkan akan
bercampur dalam catatan sebagian sabdaNabi dengan Al Qur'an dengan tidak
disengaja. Karena itulah
Nabi SAW. melarang mereka menulis hadits, beliau khawatir sabda-sabdanya
akan bercampur dengan firman Ilahi
Hadist
atau sunnah nabi tidak ditulis seperti Al-Qur’an, karena ada larangan nabi SAW,
yang khawatir andaikan campur dengan Al-Qur’an, disamping umumnya para sahabat
mengandalkan pada kekuatan hafalan, dan juga karena kekurangan tenaga penulis
dikalangan mereka.
Periode II
MASA KHILAFA RASYIDIN – MASA MEMBATASI RIWAYAT
(11-40) (tahun 11H/632M)
Periode kedua sejarah perkembangan hadis, adalah masa
sahabat, khususnya masa Khulafd' Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar
ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung
sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H,disebut dengan masa sahabat besar karena
pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan
penyebaran al-Quran, maka periwa-yatan hadis belum begitu berkembang, dan
kelihatannya ber-usaha membatasinya, para ulama anggap sebagai masa yang
menunjukkan adanya pembatasan Periwayatan
Menjaga Pesan Rasullullah
Pada masa menjelang akhir kerasulannya, rasulullah SAW
berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada AL-Qur’an dan Hadist
serta mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya : “telah aku tinggalkan untuk kalian dua
macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu
kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnahku ( al- hadist )”.
Berhati-hati dalam meriwayatkan dan menerima hadits
Sikap memusatkan perhatian terhadap al-Quran tidak
berarti mereka lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap hadits.Mereka
memegang hadis seperti halnya yang diterimanya dari Rasul SAW secara utuh
ketika ia masih hidup. Akan tetapi dalam meriwayatkan mereka sangat
berhati-hati dan membatasi diri.Kehati-hatian dan usaha membatasi
periwayatan yang di-lakukan para sahabat, disebabkan karena mereka
khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa
hadis merupakan sumber tasyri' setelah al-Quran. Oleh karenanya, para
sahabat khususnya khulafa' al-rasyidin (Abu Bakar, Umar,Usman dan AH) dan
sahabat lainnya, seperti Al-Zubaif, Ibn Abbas dan Abu Ubaidah berusaha
memperketat periwayatan dan penerimaan hadits.
Dapat disimpulkan , bahwa pada masa ini belum
ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu
kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan agar tidak memaling-kan
perhatian atau kekhususan mereka (umat Islam) dalam mempelajari al-Quran.
Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadis, di ka-langan para sahabat
sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal
lafadz, dan kesahihannya.
Hadits di masa Abu bakar dan Umar
Para
sahabat sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di kota madinah. Maka penduduk
kota-kota lain pun mulai menerima hadist. Para tabi’in mempelajari hadist dari
para sahabat Dengan demikian mulailah berkembang riwayat dalam kalangan
tabi'in.Dalam pada itu, riwayat hadits di permulaan masa sahabat itu, masih
terbatas sekali. Disampaikan kepada yang memerlukan saja dan bila pcrlu saja,
belum bersifat pelajaran.Perkembangan hadits dan membanyakkan riwayatnya,
terjadi scsudah masa Abu Bakr dan 'Umar, yaitu masa 'Utsman dan 'Ali.Dalam masa
khalifah-khalifah Abu Bakr dan 'Umar, periwayatan hadits belum lagi diluaskan.
Beliau-beliau ini mengerahkan minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan Al Qur'an
dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima
riwayat-riwayat itu.
Sebab-sebab pada masa Abu bakar dan Umar hadits tidak
tersebar dengan pesat
Dengan tegas-tegas sejarah menerangkan bahwa 'Umar
diketika memegang
tampuk kekhalifahan meminta dengan keras supaya para sahabat menyelidiki riwayat.
Beliau tidak membenarkan orang membanyakkanperiwayatan hadits. Diketika
mengutus perutusan ke Iraq, beliau mewasial-kan supaya utusan-utusan itu
mengembangkan Al Qur'an dan mengembangkan kebagusan tajwidnya, serta mencegah
mereka membanyakkan riwayat. Diterangkan bahwa, pernah orang bertanya
kepada Abu Hurairah apakah dia banyak meriwayatkan hadits di masa 'Umar. Abu
Hurairah menjawab : "Sekiranya saya membanyakkan, tentulah 'Umar
affan mencambuk saya dengan cambuknya". Ada didakwa oleh sebagian
ahli sejarah hadits, bahwa 'Umar pernah memenjarakan Ibnu Mas'ud,
Abu Darda' dan Abu Dzar lantaran membanyakkan
riwayat hadits.
Riwayat
ini sebenarnya tidak didapati di dalam sesuatu kitab yang mu'tabar dan
tanda kepalsuan pun nampak. Ibnu Mas'ud seorang yang terhadulu masuk Islam dan
seorang yangdihormati 'Umar. Dan sudah dimaklumi bahwa dalam urusan
hukum,diperlukan hadits-hadits. Mengenai Abu Darda' dan Abu Dzar, sejarah
tidakmemasukkan beliau ke dalam golongan orang yang membanyakkan
riwayat. Abu Darda1 diakui menjadi guru di Syria, sedangkan Ibnu
Mas'ud menjadi guru di Iraq.Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa riwayat 'Umar
memenjarakan tiga shahaby besar itu, dusta.
Cara para sahabat menyampaikan Hadits
·
Adakala dengan lafal
asli, yakni menurut lafal yang mereka terimadari Nabi yang mereka hafal benar
lafal dari Nabi itu.
·
Adakala dengan maknanya
saja, yakni mereka meriwayatkanmaknanya bukan lafalnya, karena mereka tidak
hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi SAW.
Memang
mereka meriwayatkan hadits adakala dengan maknanya saja.Yang penting dari
hadits ialah isi. Bahasa dan lafal, boleh disusundengan kata-kata
lain, asal isinya telah ada dan sama.
Syarat-syarat yang dtetapkan Abu bakar ‘Ustman dan
Ali ketika menerima Hadits
Umumnya sahabat tidak
mensyaratkan apa-apa dalam menerima hadits dari sesama mereka. Akan
tetapi, yang tak dapat diingkari, bahwa sahabat itu sangat berhati-hati
dalam menerima hadits.Diperoleh beberapa atsar bahwa Abu Bakr r.a. dan 'Umar
r.a. tidakmenerima hadits jika tidak disaksikan benarnya oleh seseorang lain,
seperti yang
diriwayatkan oleh Adz Dzahaby dalam Tadzkuratul Huffadh.Dan diperoleh pula
atsar yang menyatakan bahwa AH r.a. tidak menerima hadits sebelum
yang meriwayatkannya itu disumpah.Di samping itu diperoleh pula beberapa atsar
bahwa beliau-beliau itumenerima juga hadits-hadits dengan riwayat seorang saja,
tidak memtrlukanseorang saksi dan tidak disumpah.Asy Syafi'y dalam Ar Risalah,
As Sayuthy dalam Miftahul-Jannah,Ibnu Hazm dalam Al Ihkam. Syaikhul Islam
Syubair Ahmad Al Utsmany dalam Fathul-Mulhim syarah Muslim menerangkan
riwayat-riwayat yangmenegaskan bahwa beliau-beliau itu (Abu Bakr dan 'Umar)
menerimariwayat orang seorang.Maka menurut pendapat kami meminta seorang saksi
kepada perawi,bukanlah merupakan keharusan, hanya merupakan jalan untuk
meyakinkan dalam menerima yang diberitakan itu. Maka jika dirasakan tak
perlu meminta saksi, atau sumpah para perawi, dapatlah kita terus
menerima riwayatnya.
Ringkasnya, meminta seorang saksi atau menyuruh perawi
bersumpahuntuk membenarkan riwayatnya, tidak dapat dipandang suatu
undang-undang umum dalam menerima hadits. Yang perlu dalam menerima
hadits,kepercayaan yang penuh kepada perawi. Jika kita pada sesuatu waktu
ragutentang riwayatnya, kita boleh meminta dia mendatangkan saksi, atau
kitaSunih dia bersumpah.
Ibnu
Uyainah Ibrahim ibn Isma'il dan segolongan Ahli Nadhar sepeiti Abu All Al
Jubba-y dan mereka yang mengikutinya mcnetapkan bahwa diriwayatkan oleh
dua orang itu syarat untuk menshahihkan hadits. Mereka berdalil, dengan riwayat
Ibnu Syihab Az Zuhry bahwa Abu Bakr meminta saksi kepada Mughirah yang
menerangkan bahwa nenek perempuan mendapat seperenam, yang kemudian
disaksikan oleh Muhammad ibn Salamah. Dan dengan riwayat yang menerangkan
bahwa 'Umar meminta saksi kepada Abu Sa'id untuk membenarkan riwayatnya
yang kemudian disaksikan oleh seorang shahaby. Dan mereka mengqiyaskan
riwayat kepada pensaksian.Sebagian ahli hadits mereka berkata, hadits fard,
munkar dan syad.
Hadits di masa ustman dan ali
Di ketika kendali pemerintahan dipegang oleh 'Utsman r.a.
dan dibuka pintu perlawatan kepada para sahabat serta ummat mulai
mcmcrlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah
sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadits dari sahabat-sahabat besar dan
mulailah mereka meninggalkan tempat untuk mencari hadits.
Sebab-sebab para sahabat tidak membukukan hadits dan
mengumpulkannya dalam sebuah buku
Kata Asy Syaikh Abu Bakr Ash Shiqilly dalam
Fawaidnya menurut riwayat Ibnu Basykual, "Sebenarnya para sahabat tidak
mengumpulkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam sebuah mushhaf sebagaimana mereka
telah mengumpulkan Al Qur'an, karena sunnah-sunnah itu telah terscbar dalam
masyarakat dan tersembunyi yang dihafal dari yang tidak. Karena itu, ahli-ahli
sunnah menyerahkan perihal penukilan hadits kepada hafalan-hafalan mereka saja,
tidak sebagai Al Qur'an yang tidak mereka serahka penukilannya kepada secara
demikian.Sebagaimana Allah telah menjaga Al Qur'an dengan nadhamnya yang paling
indah yang tak dapat diciptakan yang sepertinya oleh manusia. Sekiranya
mereka sanggup menulis sunnah-sunnah Nabi sebagaimana mereka telah sanggup
menulis Al Qur'an, tentulah mereka telah mengumpulkan sunnah-sunnah itu.
Mereka takut, jika mereka tadwinkan apa yang tidak mereka perselisihkan saja,
akan dijadikanlah apa yang dibukukan itu, pegangan yang kuat, serta ditolak apa
yang tidak masuk ke dalam buku itu. Dengan demikian tertolaklah banyak sunnah.
Para sahabat membuka jalan mencari hadits kepada ummat
sendiri. Masing-masing mereka mengumpulkan sekedar kesanggupannya. Dengan
demikian pula tersusunlah segala sunnah.Lantaran itu, ada yang dapat dinukilkan
hakikat lafal yang diterima dari Rasul dan sunnah-sunnah yang sejahtera dari
'illah, ada yang hanya dihafal maknanya, telah dilupakan lafalnya dan ada yang
berselisihan riwayat dalam menukilkan lafal-lafalnya dan berselisihan pula
perawinya tentang kepercayaan dan keadilan pemberitanya.Itulah sunnah-sunnah
yang dimasuki 'illah.Maka telah dipilih mana yang shahih dari yang tidak oleh
ulama-ulama yang ahli, berdasarkan kepada dasar-dasar yang shahih dan
sendi-sendi yang kuat yang tak dapat dicacatkan lagi oleh seseorang pencacat,
atau dilemah-kannya.
PERIODE III
Masa shabat kecil dan Tabi’in besar (41H-akhir
abad 1H)
Masa berkembang dan meluas periwayatan hadits
Sesudah masa 'Utsman dan 'Ali timbullah usaha yang lebih
serius untuk mencari dan menghafal hadits serta menyebarkannya ke
dalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-pcrlawatan
untuk mencari hadits.Pada tahun 17 H tentara Islam mengalahkan Syria dan
Iraq. Pada tahun 20 H mengalahkan Mesir. Pada
tahun 21 H mengalahkan Persia. Pada tahun 56 H tentara Islam sampai di
Samarkand. Pada tahun 93 H tentara Islam menaklukkan Spanyol.Para sahabat
berpindah ke tempat-tempat itu. Karenanya kola-kola itu merupakan
perguruan tempat mengajarkan Al Qur'an dan Al Hadits, tempat mengeluarkan
sarjana-sarjana tabi'in hadits.
Sahabat-sahabat yang mendapat julukan “Bendaharawan
hadits”
Beberapa
orang sahabat dengan julukan"bendaharawan hadits", yakni orang-orang
yang riwayatnya lebih dari 1000hadits.
Mereka
memperoleh riwayat-riwayat yang banyak itu karena:
·
Yang paling awal masuk
Islam, seperti: Khulafa Rasyidin danAbdullah ibn Mas'ud.
·
Terus menerus mendampingi
Nabi dan kuat hafalan, seperti: AbuHurairah.
·
Menerima riwayat dari
setengah sahabat selain mendengar dariNabi dan panjang pula umurnya, seperti:
Anas ibn Malik, walaupunbeliau masuk Islam sesudah Nabi menetap di Madinah.
·
Lama menyertai Nabi dan
mengetahui keadaan-keadaan Nabi.karena bergaul rapat dengan Nabi, seperti:
isteri-isteri beliau 'Aisyah dan Ummu Salamah.
·
Berusaha mencatatkannya
seperti: Abdullah ibn Amer ibn 'Ash.
Di
antara sahabat yang membanyakkan riwayat, ialah:
Ø Abu
Hurairah.
Seorang yang banyak sekali menghafal
hadits dari Nabi dan bersungguh-sungguh berusaha mengembangkannya
di kalangan ummat, sesudah 'Umar r.a. wafat. Karena itu, Abu Hurairah
menjadi seorang perawi shahaby yang paling banyak meriwayatkan
hadits.Menurut keterangan Ibnu Jauzy dalam Talqih Fuhumi Ahtol Atsar, bahwa hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sejumlah 5347 buah.
Ø Aisyah,
isteri Rasul
Ø Anas
ibn
Malik.
Ø Abdullah
ibn Abbas
Ø Abdullah
ibn'Umar.
Ø JabiribnAbdillah.
Ø Abu
Sa'id al
Khudry.
Ø IbnuMas'ud.
Ø Abdullah
ibn Amer ibn'Ash
Tokoh-tokoh hadits dalam kalangan tabi’in
Di
antara tokoh-tokoh tabi'in yang masyhur dalam bidang riwayat:
§ Di Madinah.
Said (93), 'Urwah (94), Abu Bakr ibn Abdu Rahman ibn Al
Haritsibn Hisyam (94), Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibnAbdullah ibn
Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim ibn Muhammadibn Abu Bakr, NaiT, Az Zuhry,
Abul Zinad, Kharijah ibn
§ Di Makkah.
Ikrimah,
Atha ibn Abi Rabah, Abul Zubair,, Muhammad ibnMuslim.
§ Di Kufah.
Asy
Sya'by, Ibrahim An Nakha'y, 'Alqamah An Nakha'y d.Di Bashrah.
Al
Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah
§ Di Syam.
'Umar
ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka'bul Akbar. f.
Di Mesir.
Abul
Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib. g.
Di Yaman.
Thaus
ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih.
3.4 Pusat-pusat Hadits
§ Madinah.
Di
antara sarjana-sarjana tabi'in y ang belajar pada sahabat-sahabat itu,
ialah: Sa'id, 'Urwah, Az Zuhry, 'Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah, ibn Mas'ud,
Salim ibn Abdullah ibn Umar. Al Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr, Nafi', Abu
Bakar ibn Abdir Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam dan Abul
Zinad.
§ Makkah.
Di
antara tokoh hadits Makkah ialah Mu'adz, kemudian Ibnu Abbas.
Di
antara tabi'in yang belajar padanya, ialah Mujahid, Ikrimah, 'Atha ibn Abi
Rabah, Abul Zubair Muhammad ibn Muslim,
§ Kufah.
Ulama
sahabat yang mengembangkan hadits di Kufah ialah: 'Ali, Abdullah ibn
Mas'ud, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Sa'id ibn Zaid, Khabbab ibn Al Arat, Salman
Al Farisy, Hudzaifah ibnul Yaman, Ammar ibn Yasir, Abu Musa, Al Baraq, Al
Mughirah, Al Nu'man, Abul Thufail, Abu Juhaifah dan lain-lain.
§ Bashrah.
Pemimpin
hadits di Bashrah dari golongan sahabat, ialah: Anas ibn Malik, 'Utbah,
'Imran ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil ibn Yasar, Abu Bakrah, Abdur Rahman ibn
Samurah, 'Abdullah ibn Syikhkhir, Jariah ibn Qudamah.
§ Syam.
Tokoh
hadits dari sahabat di Syam ini, ialah Mu'adz ibn Jabal, Ubadah ibn Shamit
dan Abu Darda1. Pada bcliau-bcliau itulah banyak tabi'in belajar di
antaranya: Abu Idris Al Khaulany, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul, Raja' ibn
Haiwah.
§ Mesir.
Di antara sahabat yang mengembangkan hadits di Mesir,
ialah Abdullah ibn Amer, 'Uqbah ibn Amir, Kharijah ibn Hudzaifah, Abdullah ibn
Sa'ad, Mahmiyah ibn Juz, Abdullah ibn Hants, Abu Basyrah, Abu Sa'ad Al
Khair, Mu'adz ibn Anas Al Juhary.
Mulai timbul pemalsuan hadits
Tahun 40 H batas yang memisahkan antara masa terlepas
hadits dari pemalsuan, dengan masa mulai munculnya pemalsuan hadits.Sejak
dari timbul fitnah di akhir masa 'Utsman r.a. ummat Islam pecah menjadi
beberapa golongan.
·
Golongan 'Ali ibn Abi
Thalib, yang kemudian dinamakan golongan "Syiah".
·
Golongan Khawarij, yang
menentang Ali dan Mu'awiyah, dan.
·
Golongan Jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya
ummat Islam kepada golongan-golongan tersebut, didorong keperluan dan
kepentingan golongan, mereka mendatangkan keterangan-hujjah untuk mendukung.
Maka bertindaklah mereka membuat hadits-hadits palsu dan menyebarkannya ke
dalam masyarakat.Mulai saat itu terdapatlah di antara riwayat-riwayat yang
shahih dan riwayat-riwayat yang palsu. Dan kian hari kian bertambah banyaknya
dan beraneka rupa pula.Mula-mula mereka memalsukan hadits mcngenai
pribadi-pribadi orang yang mereka agung-agungkan.Dan yang mula-mula
melakukan pekerjaan sesat ini ialah golongan Syi'ah sebagai yang diakui
sendiri oleh Ibn Abil Hadid, seorang
ulama
Syi'ah dalam kitabnya Nahyul Balaghah, dia menulis, "Ketahuilah bahwa asal
mula timbul hadits yang menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah
dari golongan Syi'ah sendiri". Perbuatan mereka ini ditandingi oleh
golongan Sunnah (jumhur) yang bodoh-bodoh.Mereka juga membuat hadits untuk
mengimbangi hadits-hadits yang dibuat oleh golongan Syi'ah itu.Maka dengan
keterangan ringkas ini nyatalah bahwa kota yang muia-mula mengembangkan
hadits-hadits palsu (maudlu') ialah Baghdad (Iraq) (kaum Syi'ah, berpusat
di sana).Imam Az Zuhry berkata, "Hadits ke luar dari kami
scjengkal lalu kembali kepada kami dari Iraq, sehasta".Imam
Malik sendiri menamakan Baghdad, pabrik hadits palsu.